Sosiologi

Oleh: Maeny Risdhi
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah macapat

Secara umum diperkirakan bahwa macapat muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah.Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh ada sebuah teks dari Bali atau Jawa Timur yang dikenal dengan judul Kidung Ranggalawé dikatakan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Namun di sisi lain, tarikh ini disangsikan karena karya ini hanya dikenal versinya yang lebih mutakhir dan semua naskah yang memuat teks ini berasal dari Bali.
Sementara itu mengenai usia macapat, terutama hubungannya dengan kakawin, mana yang lebih tua, terdapat dua pendapat yang berbeda. Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat merupakan turunan kakawin dengan tembang gedhé sebagai perantara. Pendapat ini disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut kedua pakar ini macapat sebagai metrum puisi asli Jawa lebih tua usianya daripada kakawin. Maka macapat baru muncul setelah pengaruh India semakin pudar.
Macapat merupakan tembang klasik asli Jawa, dan pertama kali muncul adalah pada awal jaman para Wali Songo, dimana para wali pada saat itu mencoba berdakwah dan mengenalkan Islam melalui budaya dan diantaranya adalah tembang-tembang macapatan ini.Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Derajat serta Sunan Kudus adalah kreator awal munculnya tembang-tembang macapat. Apabila diperhatikan dari asal-usul bahasanya(kerata basa), macapat berarti maca papat-papat (membaca empat-empat). Kalo berdasarkan jenis dan urutannya tembang macapat ini sebenarnya menggambarkan perjalanan hidup manusia, tahap-tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya. Sebagaimana dalam Al-qur'an disebutkan: "Latarkabunna Thobaqon An Thobaq", "Sungguh kamu akan menjalani fase demi fase kehidupan"
B.   Struktur Macapat
Sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, sementara setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada. Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama. Metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan. Jumlah pada per pupuh berbeda-beda, tergantung terhadap jumlah teks yang digunakan. Sementara setiap pada dibagi lagi menjadi larik atau gatra. Sementara setiap larik atau gatra ini dibagi lagi menjadi suku kata atau wanda. Setiap gatra jadi memiliki jumlah suku kata yang tetap dan berakhir dengan sebuah vokal yang sama pula. Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan. Sementara aturan pemakaian vokal akhir setiap larik atau gatra diberi nama guru lagu.

C.   Contoh Salah Satu Tembang Macapat
MIJIL
a.    Pengertian.

Mijil dari kata wujil yang artinya lahir,berisi tentang tauhid dan disebut juga dengan suluk wijil ,dibuat oleh Sunan Ampel. Mijil artinya keluar ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil atau mbrojolmencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.

b.    Tembang Mijil dan Artinya.
MIJIL

Jroning peteng sangkaning dumadi
Porang jabang bayi kersane gusti mijil
Sinebut mijil metu ugo lahir
Mijil dalane jalu dalane estri
Mijil ngunduh woh pakarti
Mijil ponang nangis cenger ndodog bumi
Dados bayi wading ati
Bapa biyung mbopong asih
Bapa biyung ngudang ring wengi

Arti      :

Dari gelap asalnya hidup manusia
Kelahiran bayi kehendak yang Kuasa
Dinamakan Mijil artinya lahir
Lahir bisa laki-laki, bisa juga perempuan
Lahir karena buah perbuatan
Lahir bayi menangis,sebagai tanda kehidupan di alam nyata
Jadi bayi tambatan hati
Bapak Ibu merawat penuh kasih sayang
Bapak Ibu memanjakan siang malam
c.    Filosofi
1.    Tembang Macapat
Tembang macapat itu termasuk kedalam tembang klasik jawa yang berawal dari jaman para wali. Maka dari itu cerita yang ada di dalam tembang-tembang macapat banyak berisi budi luhur, akhlak, dan kebudayaan agung. Tembang macapat semuanya berjumlah sebelas. Tembang tersebut sudah banyak yang sering kita dengar, tetapi banyak yang belum mengetahui filsafat dan urutan dari tembang macapat itu sendiri. Sebelum ada tembang macapat, ada istilah Guru Gatra, Guru Wilangan, dan Guru Lagu. Guru Gatra yaitu jumlah baris ada dalam satu bait. Guru Wilangan yaitu jumlah suku kata ada dalam satu baris. Dan Guru Lagu yaitu datangnya suara ada di akhir.

2.    Tembang Mijil
Mijil merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang bayi bernama manusia. Ada yang mbrojol di India, ada yang di China, di Afrika, di Eropa, di Amerika dst. Maka beruntunglah kita lahir di bumi pertiwi yang konon katanya Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharjo Lir Saka Sambikala. Dan bukan terlahir di Somalia, Etiopia atau negara-negara bergizi buruk lainnya. 

d.    Penerapan Tembang Macapat di Era Globalisasi.
1.      Tembang Macapat sebagai Alternatif Bahan Ajar Penanaman Karakter

Bertolak dari pernyataan tentang nili-nilai dan falsafah kehidupan yang terdapat dalam masing-masing tembang di atas, lembaga pendidikan/sekolah dapat menggunakan tembang-tembang tersebut sebagai sarana penanaman karakter peserta didik. Contoh yang lain dalam tembang macapat adalah adanya Serat Tripama yang berarti Tiga Teladan. Serat ini merupakan Karya Pangeran Mangkunegara IV yang berisi tentang tembang Dhandhanggula yang mengisahkan tiga tokoh pewayangan, yaitu Raden Sumantri/Patih Suwondo, Kumbakarna, dan Adipati Karna. Bambang Sumantri yang kemudian bergelar Patih Suwanda di negeri Maespati adalah satria yang mashur keberaniannya dan mampu menyelesaikan tugas berat dengan penuh tanggung jawab. Kumbakarna adalah raksasa berwatak satria tidak mau membela kakandanya Dasamuka, raja Ngalengka (Alengka) yang angkara murka. Kumbakarna memenuhi ‘tekad satria’ mengorbankan jiwanya untuk membela tanah airnya yang diserang musuh. Sedangkan Suryaputera atau Adipati Karna adalah raja Ngawangga (Angga) yang memegang teguh janjinya sebagai ‘sumpah satria’ untuk membalas budi Prabu Kurupati, raja Astina dengan berkorban jiwa melawan Arjuna, adindanya tunggal ibu dalam perang Mahabaratha. Kutipan lengkap naskah asli Serat Tripama tersebut beserta terjemahan bahasa Indonesianya (dikutip dari buku “Tiga Suri Tauladan” oleh Kamajaya).
Setelah mengetahui dan memahami makna tembang macapat tersebut, akan dapat terlihat bahwa tembang-tembang macapat memiliki nilai-nilai kehidupan yang mulia. Hal tersebut akan bernilai positif pula jika pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia menanmkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik. Pendidikan yang baik dengan penanaman karakter dan pemberian teladan yang baik akan membuat peserta didik keluaran lembaga pendidikan menjadi lebih bermoral dan memiliki budi pekerti luhur. Jika penyampaian pendidikan karakter ini dilakukan dengan baik, maka hal tersebut akan dapat mengurangi jumlah tawuran yang dilakukan oleh peserta didik. Tawuran terjadi karena kecerdasan intelektual yang mungkin dimiliki siswa tidak diimbangi dengan kecerdasan emosi.

Di sinilah, pendidikan karakter memiliki peran penting. Pendidikan yang dilakukan dengan pembentukan karakter yang pas dilakukan oleh guru sebagai pendidik akan membuat siswa tidak hanya memiliki prestasi yang membanggakan, tetapi juga memiliki sikap (attitude) yang membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya.

Demikianlah nilai-nilai dan falsafah kehidupan yang terkandung dalam setiap tembang macapat. Falsafah kehidupan tersebut membuktikan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang adiluhung dan patut untuk diberikan kepada peserta didik agar mereka mampu meneladani sehingga memiliki karakter yang menunjukkan jati diri bangsa saat bersaing dalam kancah internasional. 
Pendidikan karakter penting bagi pertumbuhan individu menjadi manusia yang seutuhnya dan sebaiknya dilakukan sejak dini. Belum membudayanya pendidikan karakter di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengembangannya. Untuk ke depannya, perancangan pendidikan karakter harus terus dilakukan dengan komitmen yang tinggi dan dilakukan usaha perbaikan terus menerus. Dalam hal ini, penggunaan tembang macapat sebagai salah satu bahan ajar alternatif pendidikan karakter dapat dihidupkan karena dapat menggali nilai-nilai kearifan lokal budaya Jawa yang merupakan salah satu budaya terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia.
2.    Penerapan Tembang Mijil Di Era Globalisasi                       
Sebagai mana yang tertulis dalam tembang mijil tersebut, kita harus mengerti, darimana asal kita. Bahwa kasih sayang orang tua melebihi segalanyanya, orang tua rela melakukan apapun demi membahagiakan anak mereka. Tetapi dizaman sekarang,kebanyakan remaja berlaku semaunya sendiri dan kebanyakan dari mereka lebih memilih mengikuti gaya hidup orang barat. Yang senang hura-hura, mengagungkan pergaulan bebas, dan sering menyepelekan atau menganggap remeh dan bahkan melawan orang tua.
Itu semua juga akibat dari pada perkembangan zaman yang sudah semakin maju. Banyak produk atau teknologi yang diciptakan untuk mempermudah pekerjan manusia di masa sekarang dalam segala hal terutama pada bidang teknologi komunikasi seperti, TV, Internet, dll. Karena perkembangan zaman tersebut maka budaya barat dengan mudahnya Dapat mempengaruhi generasi muda sekarang yang menganggap budaya barat tersebut keren menurut mereka. Sehingga mereka meninggalkan kebudayaan mereka sendiri, tanpa memikirkan baik buruknya akibat dari apa yang mereka perbuat.
Jadi dalam kehidupan yang modern ini maka nilai-nilai dalam tembang mijil perlu diterapkan untuk berlaku rendah hati dan tidak melupakan asal usul diri kita untuk menjadikan diri kita lebih baik lagi. Dan kita harus tahu bahwa kasih sayang orang tua melebihi segalanya & kita harus membalas kebaikan mereka dengan perbuatan yang baik pula.

3.    Fungsi Tembang Macapat Terkait Kebudayaan Bangsa.

Keberadaan tembang macapat sebagai media tradisional atau kesenian tradisional, apabila memiliki unsur-unsur komunikasi, maka dapat disebut komunikasi tradisional. Demikian pula keberadaan tembang macapat sebagai alat penyampai pesan- pesan sosial dari pusat perkembangannya di keraton, yang ditujukan kepada masyarakatnya, dapat dikatakan sebagai komunikasi sosial. Dan keberadaan tembang macapat yang sudah menggunakan media massa, maka dapat dikatakan sebagai komunikasi massa. 
Tembang macapat yang pada masa Surakarta awal mengalami zaman keemasan, lebih disebabkan oleh adanya persamaan pendapat tentang materi atau isi pesan yang dikandungnya. Nilai-nilai atau norma-norma yang membawa keberadaan kehidupan sosial menjadi tertib namun dinamis.
Selain itu, tembang macapat juga merupakan cara para raja, bangsawan ataupun pujangga keraton untuk mengajak masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai kebudayaan mereka, selain loyalitas juga, dari pengaruh kebudayaan kolonial yang pada saat itu amat merugikan. Penetrasi kebudayaan asing akibat besarnya pengaruh kolonial pada kekuasaan keraton bukan hanya dibidang politik dan ekonomi saja. Para bangsawan yang merasa cocok dengan gaya pergaulan barat, mengikutinya, dan perlahan-lahan meninggalkan kebudayaan nenek moyang. Para bangsawan dan kaum ningrat yang prihatin atas kejadian tersebut, berusaha mempertahankan niali-nilai kebudayaan mereka melaui cara yaitu kesenian dan kebudayaan. Melalui kesenian tembang macapat, maka pihak keraton mencoba menyampaikan pesan-pesannya, baik kepada lingkungan keraton itu sendiri maupun masyarakat luas terutama masyarakat keraton jawa. Proses yang terjadi inilah dapat dikatakan komunikasi sosial.


Ø  Ada empat fungsi komunikasi sosial menurut Schramm yang dikutip dan dijelaskan oleh Ashadi Siregar ( 1985 : 21 ), yaitu: 
1.      Fungsi Radar Sosial.
         yaitu memberikan informasi terkait dengan peristiwa yang      

         berhubungan dengan komunitas sosialnya. 
2.      Fungsi Manipulatif atau Manajemen.
         yaitu kegiatan komunikasi untuk mengatur atau alat untuk

         mengendalikan komunitasnya. 
3.      Fungsi Instruktif.
         yaitu kegiatan komunikasi untuk menyampaikan pengetahuan
         atau pendidikan untuk generasi baru untuk dapat hidup dalam

         masyarakat atau komunitasnya. 
4.      Fungsi Hiburan.
merupakan kegiatan komunikasi yang memberikan dunia alternatif bagi anggota komunitas. 


Dari keempat fungsi komunikasi sosial diatas, tembang macapat mampu melakukan keempat fungsi tersebut. Sebagai radar sosial, macapat memberikan informasi keadaan masyarakat pada masa itu seperti yang didapat pada Serat Kalatidha. Sebagai fungsi manipulatif, masyarakat diberikan pengarahan-pengarahan oleh pihak keraton. Sebagai funsi instruksi masyarakat diberikan wejangan-wejangan seperti yang didapat pada Serat Wedatama. Sebagai fungsi hiburan, Macapat yang hadir sebagai kesenian telah memberikan nilai-nilai yang sakral dan magis, berkaitan dengan kebahagiaan hidup.


Komentar